Selasa, 31 Agustus 2010

Indahnya Cinta Dikarenakan Allah

Bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?

(“Tidaklah seseorang beriman” maksudnya adalah -pen). Para ulama berkata, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini.”
Maksud dari kata “sesuatu bagi saudaranya” adalah berupa ketaatan, dan sesuatu yang halal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i.
“…hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai jika hal itu terjadi bagi dirinya.”
Syaikh Abu Amru Ibnu Shalah berkata, “Hal ini terkadang dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mustahil, padahal tidaklah demikian, karena makna hadits ini adalah tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai bagi keislaman saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya. Menegakkan urusan ini tidak dapat direalisasikan dengan cara menyukai jika saudaranya mendapatkan apa yang dia dapatkan, sehingga dia tidak turut berdesakan dengan saudaranya dalam merasakan nikmat tersebut dan tidak mengurangi kenikmatan yang diperolehnya. Itu mudah dan dekat dengan hati yang selamat, sedangkan itu sulit terjadi pada hati yang rusak, semoga Allah Ta’ala memaafkan kita dan saudara-saudara kita seluruhnya.”

Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya. Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”

Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)

Jika ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin kita menerapkan hal ini sekarang? Sekarang kan jaman susah. Mengurus diri sendiri saja sudah susah, bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain?”

 Semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas keimanan-, jadilah seorang mukmin yang kuat! Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih dicintai Allah. Seberat apapun kesulitan yang kita hadapi sekarang, ketahuilah bahwa kehidupan kaum muslimin saat awal dakwah Islam oleh Rasulullah jauh lebih sulit lagi. Namun kecintaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kesedihan mereka pada kesulitan hidup yang hanya sementara di dunia. Dengarkanlah pujian Allah terhadap mereka dalam Surat Al-Hasyr:
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)

Seperti apakah Kita Mencintai Allah?

BEBERAPA CARA MENDEKATKAN DIRI KPD ALLAH SWT diantaranya :

1. Sholat wajib tepat waktu, selalu berdoa dan berdzikir kepada Allah

Dengan sholat, berdo'a dan dzikir kepada Allah, Inya Allah hati menjadi tenang, 
damai dan makin dekat dengan-Nya



2. Sholat tahajud

Dengan sholat tahajud Insya Allah cenderung mendapatkan perasaan tenang. Hal 
ini dimungkinkan karena di tengah kesunyian malam didapatkan kondisi keheningan 
dan ketenangan suasana,yang tentu saja semua itu hanya dapat terjadi atas 
izin-Nya. Pada malam hari, diri ini tidak lagi disibukkan dengan urusan 
pekerjaan ataupun urusan-

urusan duniawi lainnya sehingga dapat lebih khusyu saat menghadap kepada-Nya.



3. Mengingat kematian yang dapat datang setiap saat
Kematian sebenarnya sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. Dan dapat 
secepat kilat menjemput.

4. Membayangkan tidur di dalam kubur.

Membayangkan tidur dalam kuburan yang sempit , gelap dan sunyi saat kita mati 
nanti. Semoga amal ibadah kita selama di dunia ini dapat menemani kita di alam 
kubur nanti.



5. Membayangkan kedahsyatan siksa neraka.

Azab Allah sangat pedih bagi yang tidak menjauhi larangan-Nya dan tidak 
mengikuti perintah-Nya. Ya Allah jauhkanlah kami dari siksa neraka-Mu, karena 
kami sangat takut akan siksa neraka-Mu.Ya Allah bimbinglah kami agar dapat 
memanfaatkan sisa hidup kami untuk selalu dijalan-Mu.……



6. Membayangkan surga-Nya.

Kesenangan duniawi hanya bersifat sementara, sangat singkat dibanding dengan 
kenikmatan di akhirat yang tidak dibatasi waktu.Semoga kita dapat selalu 
mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan Insya Allah diizinkan 
untuk meraih Surga-Nya. Amin…..

Senin, 30 Agustus 2010

Seperti Apakah Orang Yang Disayang Allah?

Hadits Qudsi

“Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku (wali-Ku), maka Aku mengisyaratkan perang terhadapnya. Tidak ada satu perbuatan mendekatkan diri seorang hamba (taqarrub) kepada Aku yang lebih Aku cintai selain daripada kewajiban-kewajiban yang Aku fardhukan ke atasnya. Dan hamba-Ku akan terus beramal mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku sudah mencintainya maka Aku (menjadikan) pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat, tangannya yang dengannya dia menggenggam dan kakinya yang dengannya dia berjalan. Jika dia memohon sesuatu dari Aku niscaya Aku memberinya. Dan jika dia memohon perlindungan Aku (dari sesuatu) niscaya Aku akan melindunginya. Aku tidak pernah ragu dari sesuatu yang Aku lakukan seperti Aku ragu (hendak mengambil) nyawa hamba-Ku yang Mukmin, di mana dia membenci maut sedang Aku tidak menyakitinya.” (Al-Bukhari)

Yang bisa kita lakukan dalam menghadapi setiap permasalahan adalah menjadi kekasih Allah dalam arti lebih mendekatkan diri kepada Allah, berusaha menjadi hamba yang di sayang oleh Allah.

1. Beriman ( Iman yang ada di dalam hati )
"Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu ( Muhammad ) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat. " ( Al Fath : 18 )

2. Bertaqwa

Salah satu ciri orang bertaqwa adalah jujur sedangkan definisi taqwa itu sendiri adalah takut kepada Allah

"Bagaimana mungkin ada perjanjian (aman) di sisi Allah dan Rasul Nya dengan orang-orang musyrik, kecuali dengan orang-orang yang telah mengadakan perjanjian ( dengan mereka ) di dekat Masjidil Haram ( Hudabiiyah ), maka selama mereka berlaku jujur terhadapmu, hendaklah berlaku jujur ( pula )terhadap mereka. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." ( At Taubah :7 )

Qs. Ali Imran : 76 "Sebenarnya barang siapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa."

Orang membenci itu ada dua sebab :
1. Benci karena kelakuan yang jelek
2. Benci karena kelakuan yang baik ( dengki )

3. Ikhsan = Melakukan sesuatu kebaikan seolah-olah Allah melihat MU

Qs. Al Maidah : 13
" ( Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka ( yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Qs. At Taubah : 105
"Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Rasul Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata lalu diberitakan Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."

Qs. Ali Imran : 134
"Yaitu orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."

Qs. Al Baqoroh : 195
"Dan infakkanlah hartamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Orang-orang yang selalu berbuat kebaikan adalah orang-orang yang :
* Selalu memaafkan orang lain
* Saling menasihati dalam kesabaran dan kebaikan

Rasulullah saw sendiri pernah ditanya (oleh malaikat Jibril) tentang tingkatan”ihsan” ini, lalu baginda menjawab:

“Bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya (sedikitpun) maka yakinlah bahwa Allah melihat engkau” (Muttafaqun ‘Alaih).

4. Sabar

Al Asr : 1-3
Saling menasihati dalam kesabaran dan kebaikan

"...Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." (Qs.Ali Imran : 146)

5. Bertawakal kepada Allah

Qs. Al Baqoroh : 112
"Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."

Qs. Al Nahl : 99
"Sungguh setan itu tidak berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah."

Qs. At Taubah : 51
" Katakanlah Muhammad, "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakalnya orang-orang yang beriman."

Bagaimana kita menyerahkan segala urusan kita hanya kepada Allah, tidak memikirkan bagaimana hasilnya. Setan tidak bisa menguasai orang-orang yang bertawakal.

6. Mencintai Allah

Qs. Ali Imran : 31
Jika kita mencintai Allah maka taatlah kepada Allah

7. Taubat

Qs. Al Baqoroh : 222
...Sungguh Allah menyukai orang yang bertaubat dan menyukai orang yang mensucikan diri."

Ciri-Ciri Suami Sholeh Dalam Islam

Ciri-ciri Suami Teladan
- suami yang sholeh yang sentiasa menjalankan perintah Allah
- suami yang tidak sanggup melihat isterinya meringankan perintah Allah
- suami yang bersikap mahu memaafkan dan membetulkan
CIRI-CIRI SUAMI YANG SHOLEH :
Mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dengan mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala larangan.
Mendirikan rumahtangga semata-mata kerana Allah SWT
Melayani dan menasihati isteri dengan sebaik-baiknya
Menjaga hati dan perasaan isteri

Sentiasa tidak meminta sesuatu yang di luar kemampuan isteri
Bersabar dan menghindari memukul isteri dengan pukulan yang memudaratkan
Jangan mengejek isteri di hadapan orang lain ataupun memuji wanita lain di hadapan isteri.
Bersabar dan menerima kelemahan isteri dengan hati yang terbuka
Tidak terlalu mengikuti kemauan isteri kerana ia akan menurunkan imej dan prestasi suami sebagai pemimpin
Memberi nafkah kepada keluarga menurut kemampuan
Menyediakan keperluan dan tempat tinggal yang layak
Bertanggungjawab mendidik akhlak keluarganya
Senantiasa bertanggung jawab tentang keselamatan mereka
Memberikan kasih sayang dan berkorban untuk kepentingan dan kebahagiaan bersama.
Syarat mendirikan rumahtangga Islam agar mendapat keridhoan Allah SWT iaitu:
Ahlinya berpendidikan Islam, berjiwa teguh, tenang dan damai.
Suasana rumahtangga sentiasa riang dan penuh kegembiraan.
Rumahtangga sentiasa bersih dan nyaman
Rumahtangga yang sentiasa memelihara dan menjauhi daripada perkara-perkara haram dan syubhat
Ahli-ahlinya sholat berjamaah
Bersih hati, pancaindera dan anggota badan serta menjauhi sifat-sifat yang berlebih-lebihan ketika bersolek
Memuliakan dan menghormati agama serta memandang tinggi akan nilai-nilai keperibadian muslim
Anggota keluarga memiliki kesefahaman dan bijaksana dalam mentadbir rumahtangga
Memilih calon suami/isteri berasaskan Islam
Rumahtangga hendaklah sentiasa menuju ke arah kebaikan dan kebajikan
Dakwah Islamiah sentiasa terlaksana dalam rumahtangga.

Keindahan Ayat - Ayat AL-Quran

Adakah keindahan yang agung dan mulia, bahkan mengharukan, terkecuali Alquran? Maka, seperti kisah Umar bin Khatab yang gemetar saat pertama mendengar ayat suci, seorang lelaki separo baya mencucurkan air mata saat menyimak bacaan (ayat suci) Imam Masjidil Haram Abdur Rahman Sudais. Ini ketika ia shalat berjamaah di masjid yang diagungkan itu.

    Pria itu tentu bukan sekaliber Umar. Tapi, seperti Umar, ia merasa untuk pertama kali terpesona, saat ayat suci bukti kemahakuasaan Allah, dilantunkan di "pekarangan" rumah Allah. Suara pelantunnya Abdur Rahman Sudais, baginya termasuk bukti kemahakuasaan Allah karena dikaruniai suara indah dan menjadi imam bagi Muslim sepenjuru dunia saat musim haji begitu bening, fasih dan berirama, dan indah.

    Hidayahkah namanya, saat bacaan itu meresap ke hati, menyebabkan tanpa disadarinya menitikkan air mata? Kemahaindahan-Nya gerangan yang menggenangi bilik hatinya, ketika di puncak keterpesonaannya, ia menyadari Alquran puncak keagungan dan keindahan yang mulia dan tak bertara di alam semesta ini? Mengapa baru kali ini, di saat usia memasuki 40-an, ia merasakan hal demikian kendati telah berulang mendengarkan pembacaan ayat suci?

    Harap maklum, lelaki itu tidak memiliki tradisi pesantren. Ia pun tak menguasai bahasa Arab, bahkan, tak tahu mengaji. Ketika kecil, ia menggiliri rumah-rumah pengajian, tetapi gagal untuk dapat membaca kalam suci itu. Di saat remaja, ia mencoba mengulangi belajar mengaji, tetapi urung untuk mampu membacanya. Hatinya membatu karena diasuh tradisi "lelaki pantang menangis".

    Sepanjang usianya, ia berjarak dengan kalam suci itu. Jika sesekali tanpa sengaja mendengarkan orang mengaji, ia sekadar mendengar, tanpa keinginan meresapkannya. Di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka ... (QS. 6:25)

    Tapi, mengapa mendadak engkau menangis, wahai lelaki? Hati, mengutip Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di bukunya Rahasia Dibalik Rahasia (Penerbit Risalah Gusti), tempat ruh suci. Di situ, dibangun ruang yang indah, untuk menyimpan rahasia antara hamba dan Allah. Tak sulit bagi-Nya ketika hendak menyingkapkan rahasia-Nya ke hati seseorang yang terpilih.    
    Maka, kun fayakun, hati seseorang yang semula membatu, seketika meleleh mengalirkan air mata. Seorang Umar yang bengis, seketika gemetar saat mendengarkan kalam suci, dan berubah menjadi sahabat terdekat Nabi SAW. Seorang purnawirawan yang dididik keras oleh karier militernya, seketika lembut dan mengihiasi sisa hari-harinya dengan mempelajari Alquran. Rocker liar seperti Gito Rollies maupun Ikang Fawzi, ketika mendapatkan titipan hidayah-Nya, berubah total: menjadi penyeru kebajikan.

    Maka, di rumah Allah ketika seorang imam yang telah diangkat Allah derajatnya membacakan kalam suci, ada hati yang merintih. Air mata yang mengalir berasal dari telaga keindahan Alquran. Sejak itu, setiap mendengarkan pembacaan Quran, hatinya bergetar. Dengan rasa pesona, pada keheningan dinihari sembari menanti subuh, ia mencoba memahami Quran melalui bahasa ibunya kendati seringkali terjemahan tak terlampau persis dengan bahasa aslinya. Bukan membaca yang kerap banyak dilakukan umat tetapi memahami.

    Pemahamannya justru membuatnya kian terpesona. Betapa Quran merupakan sumber pengetahuan, tuntutan kehidupan (sayang, mengapa banyak di antara saudaranya sesama Muslim, masih sekadar membaca, bahkan, menjadikannya "azimat" yang dipajang dengan rasa hormat berlebihan. Bukankah penghormatan itu selaiknya dengan memahaminya sekaligus menjadikannya tuntunan bagi kehidupan). Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita... (QS 14:1)

    Sebagai sumber pengetahuan dan tuntunan, keindahannya terjaga ketika memberi petunjuk. Pengarang manakah gerangan yang mampu merajut keindahan yang agung ketika tegas dalam menerangkan? Lazimnya, seorang pengarang hanya mampu menyusun keindahan dengan mendayu-dayu seperti naskah ini, bukan ketegasan. Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan Tuhan semesta alam ...(QS 26:192)

    Ia sungguh-sungguh mempercayai jika Quran berasal dari-Nya yang dibawa turun Ar-Ruh Al-Amin ke dalam hati Muhammad. Tak sekadar mempercayai, bahkan, ia takjub saat Allah terkesan dalam kekariban tak berjarak pada Nabi saat memberikan tuntunan keluarga di surah Al Ahzab (terdapat juga di surah At Tahriim saat memberikan tuntunan kehidupan berumahtangga).

    Di hatinya, ia merasakan sapaan ''hai Nabi'' pada surat tersebut, laiknya sapaan santun tetapi sangat bersahabat dalam penghormatan dari Maha Dzat kepada sosok yang telah dimuliakan-Nya. Ada nuansa psikologis tak terperikan terutama saat memberikan tuntunan berumahtangga. Siapakah yang begitu teliti hingga menyulamkan nuansa psikologis pada sapaan terkecuali Ar Rasyiidu?

    Bila ia mampu mencerapi nuansa di balik kalam suci yang menyebabkannya berurai air mata; jika seorang Umar gemetar mendengarkan firman-Nya, adakah Quran itu sekadar kebohongan tipu daya seperti yang ditudingkan mereka yang musyrik?