Selasa, 31 Agustus 2010

Indahnya Cinta Dikarenakan Allah

Bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?

(“Tidaklah seseorang beriman” maksudnya adalah -pen). Para ulama berkata, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini.”
Maksud dari kata “sesuatu bagi saudaranya” adalah berupa ketaatan, dan sesuatu yang halal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i.
“…hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai jika hal itu terjadi bagi dirinya.”
Syaikh Abu Amru Ibnu Shalah berkata, “Hal ini terkadang dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mustahil, padahal tidaklah demikian, karena makna hadits ini adalah tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai bagi keislaman saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya. Menegakkan urusan ini tidak dapat direalisasikan dengan cara menyukai jika saudaranya mendapatkan apa yang dia dapatkan, sehingga dia tidak turut berdesakan dengan saudaranya dalam merasakan nikmat tersebut dan tidak mengurangi kenikmatan yang diperolehnya. Itu mudah dan dekat dengan hati yang selamat, sedangkan itu sulit terjadi pada hati yang rusak, semoga Allah Ta’ala memaafkan kita dan saudara-saudara kita seluruhnya.”

Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya. Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”

Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)

Jika ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin kita menerapkan hal ini sekarang? Sekarang kan jaman susah. Mengurus diri sendiri saja sudah susah, bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain?”

 Semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas keimanan-, jadilah seorang mukmin yang kuat! Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih dicintai Allah. Seberat apapun kesulitan yang kita hadapi sekarang, ketahuilah bahwa kehidupan kaum muslimin saat awal dakwah Islam oleh Rasulullah jauh lebih sulit lagi. Namun kecintaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kesedihan mereka pada kesulitan hidup yang hanya sementara di dunia. Dengarkanlah pujian Allah terhadap mereka dalam Surat Al-Hasyr:
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)

Seperti apakah Kita Mencintai Allah?

BEBERAPA CARA MENDEKATKAN DIRI KPD ALLAH SWT diantaranya :

1. Sholat wajib tepat waktu, selalu berdoa dan berdzikir kepada Allah

Dengan sholat, berdo'a dan dzikir kepada Allah, Inya Allah hati menjadi tenang, 
damai dan makin dekat dengan-Nya



2. Sholat tahajud

Dengan sholat tahajud Insya Allah cenderung mendapatkan perasaan tenang. Hal 
ini dimungkinkan karena di tengah kesunyian malam didapatkan kondisi keheningan 
dan ketenangan suasana,yang tentu saja semua itu hanya dapat terjadi atas 
izin-Nya. Pada malam hari, diri ini tidak lagi disibukkan dengan urusan 
pekerjaan ataupun urusan-

urusan duniawi lainnya sehingga dapat lebih khusyu saat menghadap kepada-Nya.



3. Mengingat kematian yang dapat datang setiap saat
Kematian sebenarnya sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. Dan dapat 
secepat kilat menjemput.

4. Membayangkan tidur di dalam kubur.

Membayangkan tidur dalam kuburan yang sempit , gelap dan sunyi saat kita mati 
nanti. Semoga amal ibadah kita selama di dunia ini dapat menemani kita di alam 
kubur nanti.



5. Membayangkan kedahsyatan siksa neraka.

Azab Allah sangat pedih bagi yang tidak menjauhi larangan-Nya dan tidak 
mengikuti perintah-Nya. Ya Allah jauhkanlah kami dari siksa neraka-Mu, karena 
kami sangat takut akan siksa neraka-Mu.Ya Allah bimbinglah kami agar dapat 
memanfaatkan sisa hidup kami untuk selalu dijalan-Mu.……



6. Membayangkan surga-Nya.

Kesenangan duniawi hanya bersifat sementara, sangat singkat dibanding dengan 
kenikmatan di akhirat yang tidak dibatasi waktu.Semoga kita dapat selalu 
mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan Insya Allah diizinkan 
untuk meraih Surga-Nya. Amin…..

Senin, 30 Agustus 2010

Seperti Apakah Orang Yang Disayang Allah?

Hadits Qudsi

“Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku (wali-Ku), maka Aku mengisyaratkan perang terhadapnya. Tidak ada satu perbuatan mendekatkan diri seorang hamba (taqarrub) kepada Aku yang lebih Aku cintai selain daripada kewajiban-kewajiban yang Aku fardhukan ke atasnya. Dan hamba-Ku akan terus beramal mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku sudah mencintainya maka Aku (menjadikan) pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat, tangannya yang dengannya dia menggenggam dan kakinya yang dengannya dia berjalan. Jika dia memohon sesuatu dari Aku niscaya Aku memberinya. Dan jika dia memohon perlindungan Aku (dari sesuatu) niscaya Aku akan melindunginya. Aku tidak pernah ragu dari sesuatu yang Aku lakukan seperti Aku ragu (hendak mengambil) nyawa hamba-Ku yang Mukmin, di mana dia membenci maut sedang Aku tidak menyakitinya.” (Al-Bukhari)

Yang bisa kita lakukan dalam menghadapi setiap permasalahan adalah menjadi kekasih Allah dalam arti lebih mendekatkan diri kepada Allah, berusaha menjadi hamba yang di sayang oleh Allah.

1. Beriman ( Iman yang ada di dalam hati )
"Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu ( Muhammad ) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat. " ( Al Fath : 18 )

2. Bertaqwa

Salah satu ciri orang bertaqwa adalah jujur sedangkan definisi taqwa itu sendiri adalah takut kepada Allah

"Bagaimana mungkin ada perjanjian (aman) di sisi Allah dan Rasul Nya dengan orang-orang musyrik, kecuali dengan orang-orang yang telah mengadakan perjanjian ( dengan mereka ) di dekat Masjidil Haram ( Hudabiiyah ), maka selama mereka berlaku jujur terhadapmu, hendaklah berlaku jujur ( pula )terhadap mereka. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." ( At Taubah :7 )

Qs. Ali Imran : 76 "Sebenarnya barang siapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertakwa."

Orang membenci itu ada dua sebab :
1. Benci karena kelakuan yang jelek
2. Benci karena kelakuan yang baik ( dengki )

3. Ikhsan = Melakukan sesuatu kebaikan seolah-olah Allah melihat MU

Qs. Al Maidah : 13
" ( Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka ( yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Qs. At Taubah : 105
"Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Rasul Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata lalu diberitakan Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."

Qs. Ali Imran : 134
"Yaitu orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan."

Qs. Al Baqoroh : 195
"Dan infakkanlah hartamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik."

Orang-orang yang selalu berbuat kebaikan adalah orang-orang yang :
* Selalu memaafkan orang lain
* Saling menasihati dalam kesabaran dan kebaikan

Rasulullah saw sendiri pernah ditanya (oleh malaikat Jibril) tentang tingkatan”ihsan” ini, lalu baginda menjawab:

“Bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya (sedikitpun) maka yakinlah bahwa Allah melihat engkau” (Muttafaqun ‘Alaih).

4. Sabar

Al Asr : 1-3
Saling menasihati dalam kesabaran dan kebaikan

"...Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." (Qs.Ali Imran : 146)

5. Bertawakal kepada Allah

Qs. Al Baqoroh : 112
"Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."

Qs. Al Nahl : 99
"Sungguh setan itu tidak berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah."

Qs. At Taubah : 51
" Katakanlah Muhammad, "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakalnya orang-orang yang beriman."

Bagaimana kita menyerahkan segala urusan kita hanya kepada Allah, tidak memikirkan bagaimana hasilnya. Setan tidak bisa menguasai orang-orang yang bertawakal.

6. Mencintai Allah

Qs. Ali Imran : 31
Jika kita mencintai Allah maka taatlah kepada Allah

7. Taubat

Qs. Al Baqoroh : 222
...Sungguh Allah menyukai orang yang bertaubat dan menyukai orang yang mensucikan diri."

Ciri-Ciri Suami Sholeh Dalam Islam

Ciri-ciri Suami Teladan
- suami yang sholeh yang sentiasa menjalankan perintah Allah
- suami yang tidak sanggup melihat isterinya meringankan perintah Allah
- suami yang bersikap mahu memaafkan dan membetulkan
CIRI-CIRI SUAMI YANG SHOLEH :
Mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dengan mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala larangan.
Mendirikan rumahtangga semata-mata kerana Allah SWT
Melayani dan menasihati isteri dengan sebaik-baiknya
Menjaga hati dan perasaan isteri

Sentiasa tidak meminta sesuatu yang di luar kemampuan isteri
Bersabar dan menghindari memukul isteri dengan pukulan yang memudaratkan
Jangan mengejek isteri di hadapan orang lain ataupun memuji wanita lain di hadapan isteri.
Bersabar dan menerima kelemahan isteri dengan hati yang terbuka
Tidak terlalu mengikuti kemauan isteri kerana ia akan menurunkan imej dan prestasi suami sebagai pemimpin
Memberi nafkah kepada keluarga menurut kemampuan
Menyediakan keperluan dan tempat tinggal yang layak
Bertanggungjawab mendidik akhlak keluarganya
Senantiasa bertanggung jawab tentang keselamatan mereka
Memberikan kasih sayang dan berkorban untuk kepentingan dan kebahagiaan bersama.
Syarat mendirikan rumahtangga Islam agar mendapat keridhoan Allah SWT iaitu:
Ahlinya berpendidikan Islam, berjiwa teguh, tenang dan damai.
Suasana rumahtangga sentiasa riang dan penuh kegembiraan.
Rumahtangga sentiasa bersih dan nyaman
Rumahtangga yang sentiasa memelihara dan menjauhi daripada perkara-perkara haram dan syubhat
Ahli-ahlinya sholat berjamaah
Bersih hati, pancaindera dan anggota badan serta menjauhi sifat-sifat yang berlebih-lebihan ketika bersolek
Memuliakan dan menghormati agama serta memandang tinggi akan nilai-nilai keperibadian muslim
Anggota keluarga memiliki kesefahaman dan bijaksana dalam mentadbir rumahtangga
Memilih calon suami/isteri berasaskan Islam
Rumahtangga hendaklah sentiasa menuju ke arah kebaikan dan kebajikan
Dakwah Islamiah sentiasa terlaksana dalam rumahtangga.

Keindahan Ayat - Ayat AL-Quran

Adakah keindahan yang agung dan mulia, bahkan mengharukan, terkecuali Alquran? Maka, seperti kisah Umar bin Khatab yang gemetar saat pertama mendengar ayat suci, seorang lelaki separo baya mencucurkan air mata saat menyimak bacaan (ayat suci) Imam Masjidil Haram Abdur Rahman Sudais. Ini ketika ia shalat berjamaah di masjid yang diagungkan itu.

    Pria itu tentu bukan sekaliber Umar. Tapi, seperti Umar, ia merasa untuk pertama kali terpesona, saat ayat suci bukti kemahakuasaan Allah, dilantunkan di "pekarangan" rumah Allah. Suara pelantunnya Abdur Rahman Sudais, baginya termasuk bukti kemahakuasaan Allah karena dikaruniai suara indah dan menjadi imam bagi Muslim sepenjuru dunia saat musim haji begitu bening, fasih dan berirama, dan indah.

    Hidayahkah namanya, saat bacaan itu meresap ke hati, menyebabkan tanpa disadarinya menitikkan air mata? Kemahaindahan-Nya gerangan yang menggenangi bilik hatinya, ketika di puncak keterpesonaannya, ia menyadari Alquran puncak keagungan dan keindahan yang mulia dan tak bertara di alam semesta ini? Mengapa baru kali ini, di saat usia memasuki 40-an, ia merasakan hal demikian kendati telah berulang mendengarkan pembacaan ayat suci?

    Harap maklum, lelaki itu tidak memiliki tradisi pesantren. Ia pun tak menguasai bahasa Arab, bahkan, tak tahu mengaji. Ketika kecil, ia menggiliri rumah-rumah pengajian, tetapi gagal untuk dapat membaca kalam suci itu. Di saat remaja, ia mencoba mengulangi belajar mengaji, tetapi urung untuk mampu membacanya. Hatinya membatu karena diasuh tradisi "lelaki pantang menangis".

    Sepanjang usianya, ia berjarak dengan kalam suci itu. Jika sesekali tanpa sengaja mendengarkan orang mengaji, ia sekadar mendengar, tanpa keinginan meresapkannya. Di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka ... (QS. 6:25)

    Tapi, mengapa mendadak engkau menangis, wahai lelaki? Hati, mengutip Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di bukunya Rahasia Dibalik Rahasia (Penerbit Risalah Gusti), tempat ruh suci. Di situ, dibangun ruang yang indah, untuk menyimpan rahasia antara hamba dan Allah. Tak sulit bagi-Nya ketika hendak menyingkapkan rahasia-Nya ke hati seseorang yang terpilih.    
    Maka, kun fayakun, hati seseorang yang semula membatu, seketika meleleh mengalirkan air mata. Seorang Umar yang bengis, seketika gemetar saat mendengarkan kalam suci, dan berubah menjadi sahabat terdekat Nabi SAW. Seorang purnawirawan yang dididik keras oleh karier militernya, seketika lembut dan mengihiasi sisa hari-harinya dengan mempelajari Alquran. Rocker liar seperti Gito Rollies maupun Ikang Fawzi, ketika mendapatkan titipan hidayah-Nya, berubah total: menjadi penyeru kebajikan.

    Maka, di rumah Allah ketika seorang imam yang telah diangkat Allah derajatnya membacakan kalam suci, ada hati yang merintih. Air mata yang mengalir berasal dari telaga keindahan Alquran. Sejak itu, setiap mendengarkan pembacaan Quran, hatinya bergetar. Dengan rasa pesona, pada keheningan dinihari sembari menanti subuh, ia mencoba memahami Quran melalui bahasa ibunya kendati seringkali terjemahan tak terlampau persis dengan bahasa aslinya. Bukan membaca yang kerap banyak dilakukan umat tetapi memahami.

    Pemahamannya justru membuatnya kian terpesona. Betapa Quran merupakan sumber pengetahuan, tuntutan kehidupan (sayang, mengapa banyak di antara saudaranya sesama Muslim, masih sekadar membaca, bahkan, menjadikannya "azimat" yang dipajang dengan rasa hormat berlebihan. Bukankah penghormatan itu selaiknya dengan memahaminya sekaligus menjadikannya tuntunan bagi kehidupan). Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita... (QS 14:1)

    Sebagai sumber pengetahuan dan tuntunan, keindahannya terjaga ketika memberi petunjuk. Pengarang manakah gerangan yang mampu merajut keindahan yang agung ketika tegas dalam menerangkan? Lazimnya, seorang pengarang hanya mampu menyusun keindahan dengan mendayu-dayu seperti naskah ini, bukan ketegasan. Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan Tuhan semesta alam ...(QS 26:192)

    Ia sungguh-sungguh mempercayai jika Quran berasal dari-Nya yang dibawa turun Ar-Ruh Al-Amin ke dalam hati Muhammad. Tak sekadar mempercayai, bahkan, ia takjub saat Allah terkesan dalam kekariban tak berjarak pada Nabi saat memberikan tuntunan keluarga di surah Al Ahzab (terdapat juga di surah At Tahriim saat memberikan tuntunan kehidupan berumahtangga).

    Di hatinya, ia merasakan sapaan ''hai Nabi'' pada surat tersebut, laiknya sapaan santun tetapi sangat bersahabat dalam penghormatan dari Maha Dzat kepada sosok yang telah dimuliakan-Nya. Ada nuansa psikologis tak terperikan terutama saat memberikan tuntunan berumahtangga. Siapakah yang begitu teliti hingga menyulamkan nuansa psikologis pada sapaan terkecuali Ar Rasyiidu?

    Bila ia mampu mencerapi nuansa di balik kalam suci yang menyebabkannya berurai air mata; jika seorang Umar gemetar mendengarkan firman-Nya, adakah Quran itu sekadar kebohongan tipu daya seperti yang ditudingkan mereka yang musyrik?

Arti Sebuah Nama Menurut Islam


" Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
[QS. Al Ahqaaf, 46 : 15]

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seseorang di antara kami mempunyai anak. Ia menamainya dengan nama Muhammad. Orang-orang berkata kepadanya: Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama Rasulullah saw. Orang itu berangkat membawa anaknya yang ia gendong di atas punggungnya untuk menemui Rasulullah saw. Setelah sampai di hadapan Rasulullah saw. ia berkata: Ya Rasulullah! Anakku ini lahir lalu aku memberinya nama Muhammad. Tetapi, orang-orang berkata kepadaku: Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama dengan nama Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda: Kalian boleh memberikan nama dengan namaku, tetapi jangan memberi julukan dengan julukanku. Karena, akulah Qasim, aku membagi di antara kalian
Memberi nama bayi / anak secara Islami
Meski sastrawan Inggris, Shakespeare, berkata Whats in a name? Apalah arti sebuah nama? Namun dalam Islam, nama itu penting.
Hendaknya memberi nama (tasmiyah) dilakukan pada saat aqiqah, yaitu menyembelih 2 ekor kambing untuk anak lelaki dan seekor kambing untuk anak perempuan.
Haram menamakan anak dengan nama Allah seperti Malikul Amlak dan Malikul Mulk (Raja Segala Raja) karena itu adalah nama Allah. Jangan memberi nama anak dengan nama-nama Allah.
Sebaiknya nama adalah Abdul (Hamba) dengan Asmaul Husna (99 Nama Allah yang baik) seperti Abdullah (Hamba Allah), Abdurrahman (Hamba Maha Pengasih), Abdul Hakim, Abdul Hadi, dan sebagainya.
Dari Aisyah ra., ia berkata: Asma binti Abu Bakar ra. keluar pada waktu hijrah saat ia sedang mengandung Abdullah bin Zubair. Ketika sampai di Quba, ia melahirkan Abdullah di Quba. Setelah melahirkan, ia keluar menemui Rasulullah saw. agar beliau mentahnik si bayi. Rasulullah saw. mengambil si bayi darinya dan beliau meletakkannya di pangkuan beliau. Kemudian beliau meminta kurma. Aisyah ra. berkata: Kami harus mencari sebentar sebelum mendapatkannya. Beliau mengunyah kurma itu lalu memberikannya ke mulut bayi sehingga yang pertama-tama masuk ke perutnya adalah kunyahan Rasulullah saw. Selanjutnya Asma berkata: Kemudian Rasulullah saw. mengusap bayi, mendoakan dan memberinya nama Abdullah. Tatkala anak itu berumur tujuh atau delapan tahun, ia datang untuk berbaiat kepada Rasulullah saw. Ayahnya, Zubair yang memerintahkan demikian. Rasulullah saw. tersenyum saat melihat anak itu menghadap beliau. Kemudian ia membaiat beliau.
Meski ada yang berkata bahwa memberi nama bisa dalam bahasa apa saja bukan hanya Arab, namun saya pribadi beranggapan dalam bahasa Arab lebih baik karena bahasa Arab merupakan bahasa umum/persatuan yang dipakai ummat Islam. Artinya bisa dipahami secara sama/standar oleh siapa saja. Misalnya kalau Muhammad kita tahu artinya terpuji, atau Abdullah adalah Hamba Allah.

Berikut adalah contoh nama-nama yang Islami:
Nama Nabi: Muhammad atau Ahmad, Adam, Idris, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Luth, Yaqub, Yusuf, Syuaib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Ilyasa, Dzulkifli, Khaidir.

Nama yang diberikan Nabi:Zainab (perempuan), Ibrahim, Mundzir. Nama anak Nabi: Ibrahim, Qosim, Fatimah (Az Zahro), Ummu Kaltsum. Nama-nama orang baik dalam Al Quran: Luqman (bapak yang bijaksana), Dzulkarnain (raja yang perkasa).Cucu Nabi: Hasan, HuseinIstri Nabi: Aisyah, Ummu Salamah, Hafsah, Khadijah, Zainab, Shofiyah, Saudah, Maimunah, Juwairiyah.

Orang tua Nabi: Abdullah, Aminah, Halimah (ibu susu), Maryam (ibu Nabi Isa). Paman Nabi: Hamzah, Abbas. Sahabat Nabi:Abu Bakar, Umar, Usman, Ali (Khulafaaur Rasyidiin), Zaid bin Harits, Salman Al Farisi, Bilal, Khalid bin Walid, Muadz bin Jabbal, Anas bin Malik, Abu Dzar Al Ghifari, Abu Ubaidah, Al Miqdad in Amr bin Tsalabah, Bara bin Malik, Fudhail bin Iyadl At Tamimy, Khobbaab bin Al-Art, Zaid bin Haritsah, Muadz Bin Jabal, Mushab Bin Umair, Utbah bin Ghazwan, Abdullah Bin Mughaffal, Abdullah Bin Malik, Ubai bin Kaab, Hudzaifah.
Hari Pertama Dari Kelahiran anak

Pengertian tahnik secara bahasa dan syri adalah mengunyah sesuatu dan meletakkanya di mulut bayi. Maka dikatakan engkau mentahnik bayi, jika engkau mengunyah kurma kemudian menggosokkannya di langit-langit mulut bayi. Dianjurkan agar yang melakukan tahnik adalah orang yang memiliki keutamaan, dikenal sebagai orang yang baik dan berilmu. Dan hendaklah ia mendoakan kebaikan (barakah) bagi bayi tersebut.
Hendaknya yang mentahnik adalah orang yang shalih dari kalangan laki-laki atau wanita. Tahnik dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang mentahnik dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan tetapi tahnik dengan kurma lebih utama. Faidah lain diantaranya menyerahkan pemberian nama untuk anak kepada orang yang shalih, maka ia memilihkan untuk si anak nama yang ia senangi.
Sebenarnya hikmah tahnik adalah untuk pengharapan kebaikan bagi si anak dengan keimanan, karena kurma adalah buah dari pohon yang disamakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan seorang mukmin dan juga karena manisnya. Lebih-lebih bila yang mentahnik itu seorang yang memiliki keutamaan, ulama dan orang shalih, karena ia memasukkan air ludahnya ke dalam kerongkongan bayi.
Ilmu kedokteran telah menetapkan faedah yang besar dari tahnik ini, yaitu memindahkan sebagian mikroba dalam usus untuk membantu pencernaan makanan. Namun sama saja, apakah yang disebutkan oleh ilmu kedokteran ini benar atau tidak benar, yang jelas tahnik adalah sunnah mustahab yang pasti dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, inilah pegangan kita bukan yang lainnya dan tidak ada nash yang menerangkan hikmahnya. Maka Allah lah yang lebih tahu hikmahnya.

nama-nama islami

Bagi keluarga muslim hendaknya mencarikan nama yang beridentitas muslim.
Asma Allah disebut Alhusna karena mengandung arti mensucikan, mengagungkan dan memuliakan. Alhusna adalah suatu kelebihan seperti Maha Sempurna, Maha Mulia, Maha Tinggi, Maha Besar, Maha Kuasa dll.
Didalam Asmaul Husna terdapat: [1] Nama-nama ketuhanan yang patut disembah (uluhiyyah), [2] Nama-nama dan sifat Rububiyyah yang hanya dapat dilakukan oleh Allah saja, [3] Nama dan sifat pengawas serta pengontrol, [4] Nama-nama dan sifat-sifat yang disenangi hati, [5] Nama-nama dan Sifat-sifat yang wajib kita contoh untuk perbaikan ahlak kita.
Untuk penggunaan nama-nama dan sifat-sifat yang Uluhiyyah dan Rububiyyah, kita harus memakai kata Abdu (hamba), dan yang paling khusus ialah Allah dan Arrahman yang tidak boleh disifatkan kepada selain Allah.
Untuk nama-nama Allah yang bersifat akhlaqi orang dapat memakainya tanpa didahului dengan Abdu, tetapi harus dengan ketentuan anggapan bahwa sifat itu terbatas kepada sifat manusiawi dan bukan sifat Ilahi.

anak adalah pembeRian Allah azza wa jalla

Anak merupakan fitnah [Al-Anfal : 28] atau ujian bagi setiap orang tua yang dapat membawa orang tua kepada kesenangan dunia dan akhirat apabila mereka mendidiknya di jalan Allah Subhanahu wa Taala, atau akan membawa mereka kepada kesengsaraan dunia dan akhirat apabila orang tua itu mendidik anak-anaknya di jalan syaithan.

apakah disyaRiatkan adzan pada telinga bayi yang baru lahiR ?

Ada tiga hadits yang diriwayatkan dalam masalah adzan pada telinga bayi ini: [1]. Dari Abi Rafi Aku melihat Rasulullah mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan , hadits ini dhaif dilemahkan oleh Ibnu Main, karena perputarannya pada Ashim. [2] Al-Qasim bin Muthib dari Manshur bin Shafih dari Abu Mabad dari Ibnu Abbas Sesungguhnya Nabi SAW adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali pada hari dilahirkannya. Beliau adzan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kiri haditsnya maudhu (palsu) dan cacat (ilat). [3] Siapa yang kelahiran anak lalu ia mengadzankannya pada telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri maka Ummu Shibyan (jin yang suka mengganggu anak kecil, -pent) tidak akan membahayakannya, hadits Al-Husain bin Ali ini adalah palsu.

hukum meng adzani anak

Mengazankan bayi merupakan sunnah yang dperintahkan Rasulullah SAW kepada orang tua yang baru kelahiran bayi.
Dan diantara salah satu hikmahnya adalah bahwa kalimat pertama yang diperdengarkan pertama kali adalah kalimat tauhid. Diriwayatkan leh Abi Rafi Nabi SAW mengazani telinga al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah ra. (HR Abu Daud, At-Tirmizy dengan sanad shahih).
Kedua hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan memang dalam sanad keduanya ada dhoif (hadits dhaif). Namun hadits yang isiya tentang azan tanpa iqamat adalah hadits shahih.

Ritual syaR'i menjelang dan sesudah kelahiRan bayi or bayi yang baru lahiR

Yang dilakukan Bapak/ibu ketika menyambut seorang bayi yang baru lahir: [1] Doa, QS. AL-Furqan ayat 74, [2] Masalah Ari-ari, Kepercayaan tentang penanganan ari-ari bayi tidak pernah kita dapat keterangannya, baik dari Al-Quran maupun dari Hadits-hadits nabawi, semua adalah bagian dari kepercayaan yang menyesatkan. Kita diharamkan untuk mempercayainya, bila ingin selamat aqidah kita dari resiko kemusyrikan. [3] Memotong atau Mencukur rambut bayi merupakan sunah muakkadah, baik untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan yang pelaksanaannya dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran dan alangkah lebih baik jika dilaksanakan berbarengan dengan aqiqah. Dalam pelaksanaan mencukur rambut, perlu diperhatikan larangan Rasulullah SAW untuk melakukan Al-Qazu, yaitu mencukur sebagian rambut dan membiarkan yang lainnya (HR. Bukhori Muslim). [4] Aqiqah, adalah sembelihan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran seorang bayi. Jumhurul ulama menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkaddah baik bagi bayi laki-laki maupun bayi perempuan. [5] Pemberian Nama, Rasululloh SAW menegaskan bahwa suatu nama (al-ism) sangatlah identik dengan orang yang diberi nama (al-musamma). tidak boleh menamakan manusia dengan nama-nama Allah, kecuali dengan menambahkan sebagai hamba Allah, contoh: Abdullah , Muhibbullah, Habiburrahman , dlsb.

aRti nama anak

islam memerintahkan kepada para orang tua untuk memberi nama yang baik kepada anaknya, karena dalam nama tersebut terdapat unsur doa. jika makna dari nama itu baik maka berarti kandungan doanya baik, dan begitu juga sebaliknya.
Mengazankan bayi merupakan sunnah yang dperintahkan Rasulullah SAW kepada orang tua yang baru kelahiran bayi. Dan diantara salah satu hikmahnya adalah bahwa kalimat pertama yang diperdengarkan pertama kali adalah kalimat tauhid. Diriwayatkan leh Abi Rafi Nabi SAW mengazani telinga al-Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah ra. (HR Abu Daud, At-Tirmizy dengan sanad shahih).
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan memang dalam sanad keduanya ada dho?f (hadits dhaif). Namun hadits yang isiya tentang azan tanpa iqamat adalah hadits shahih.

aqiqah yang syaR'i itu yang sepeRti apa

Aqiqah adalah sembelihan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran seorang bayi. Jumhurul ulama menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad baik bagi bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Pelaksanaannya dapat dilakukan pada hari ke tujuh (ini yang lebih utama menurut para ulama), keempat belas, dua puluh satu atau pada hari-hari yang lainnya yang memungkinkan. Yang lebih utama adalah menyembelih dua ekor kambing yang berdekatan umurnya bagi bayi laki-laki dan seekor kambing bagi bayi perempuan.
Dalam pelaksanaan aqiqah sebaiknya dilakukan sendiri oleh orang tua bayi. Kalau toh ingin menitipkannya kepada orang lain, kita harus yakin bahwa hal tersebut dilakukan sesuai dengan tuntutan syariah.
Terkait dengan keberadaan acara khusus untuk sebuah akikah memang tidak ada. Apakah berbentuk ceramah, pengajian, atau seremoni lainnya. Sebab akikah itu hanyalah menyembelih hewan dan membagikan sebagiannya kepada orang-orang dalam bentuk sudah matang.
Tidak harus membuat sebuah seremoni dengan beragam mata acara untuk sebuah akikah. Syariat Islam sebenarnya cukup sederhana dan mudah. Maka jangan dibuat susah.
Berkaitan dengan perayaan 40 hari setelah kelahirann jabang bayi, kami berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan sunnah Rasululloh SAW.

aqiqah ketika anak sudah dewasa

Hukum aqiqah adalah sunnah muakkad; bukan wajib. Karena itu, tidak ada keharusan bagi orang tua untuk mengaqiqahi anaknya, apalagi dalam kondisi tidak mampu.
Aqiqah untuk anak yang sudah dewasa, bagi kalangan syafii ia tetap bisa dilakukan, sementara bagi sebagian ulama lainnya tidak perlu. Selanjutnya kalangan syafii menyebutkan bahwa biaya aqiqah untuk anak yang sudah dewasa ditanggung oleh si anak sendiri. Sementara, jika masih belum baligh, ia tetap dibiayai oleh sang ayah.
Adapun memotong hewan kurban pada saat iedul adha, meski belum melakukan aqiqah, adalah sah dan dibenarkan. Bahkan, menurut para ulama pemotongan hewan kurban itu sudah bisa menggantikan aqiqahnya. Hal ini bisa dilihat dalam kitab Tuhfatul Maudd li ahkm al-Mawld karya Ibn al-Qayyim dan al-Mawsah al-Fiqhiyyah).

nama yg sudah terlanjuR dibeRikan...
Islam sangat memperhatikan dalam masalah pendidikan anak. ketika ia lahir, Islam menganjurkan untuk memberi nama kepada anak dengan nama-nama yang baik. karena nanti di hari kiamat, setiap orang akan di panggil oleh Allah Swt dengan namanya dan nama bapaknya.
Yang penting adalah nama yang mempunyai arti yang baik, karena ketika seorang ketika di panggil dengan namanya, sebenarnya panggilan itu mengandung doa, oleh karenanya nama yang baik akan mempengaruhi kepada pemilik nama itu, karena ia selalu didoakan ketika ia dipanggil namanya. begitu juga sebaliknya jika nama itu mengandung arti yang tidak baik.

kuRma adalah makanan peRtama yang digunakan untuk mentahnik bayi

Menurut Imam An-Nawawy dibolehkan mentahnik dengan selain kurma, akan tetapi As-Sunnah hanya menyebutkan kurma sebagai bahan tahnik, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika mentahnik Ibrahim bin Abi Musa, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Abi Thalhah. Maka, sebaiknya tidak mengganti kurma dengan bahan lainnya.

sunnah-sunnah dalam menyambut kelahiRan bayi

Terhadap keluarga bayi:
[1] Memberikan kabar gembira tentang kelahiran si bayi kepada keluarga dan kerabat orang tua si bayi.
[2] Memberikan ucapan selamat atas kelahiran bayi dan mendoakannya.
Terhadap bayi: 1. Mengumandangkan adzan, 2. Tahnik, 3. Pemberian nama, 4. Aqiqah, 5. Cukur rambut, 6. Khitan / sunat.
Cara mentahnik ialah dengan meletakkan sedikit kurma yang sudah dikunyah diatas tangan orang yang melakukan tahnik, lalu memasukkan tangan/jari yang berisi kunyahan kurma kemulut bayi kemudian menggerak-gerakkan kunyahan kurma tersebut kekanan dan kekiri. Jika tahnik tidak bisa dengan kurma bisa juga dilakukan dengan madu atau bahan apa saja yang penting manis. Ketika melakukan tahnik kurma tidak harus dikunyah, namun bisa juga dilembutkan dengan cara lain. Orang yang melakukan tahnik adalah ayah, atau ibu si bayi atau salah seorang ulama yang doanya diharapkan diterima Allah Taala.
Di antara hikmah adalah tahnik secara langsung menggerakkan kerja tulang-tulang mulut dan peredaran darah didalamnya. Ini otomatis latihan bagi bayi untuk menyedot dan menetek ASI dari ibunya dan juga bukan menjadi rahasia lagi bahwa kurma atau madu mempunyai kandungan gula yang tinggi sehingga stok / persediaan zat gula pada bayi tetap terjaga.
Cukur rambut berlaku bagi bayi laki-laki maupun bayi perempuan.Cukur rambut dilakukan jika kondisi memungkinkan. Jika bayi tidak punya rambut atau rambutnya sedikit sehingga tidak memungkinkan dicukur, maka bayi tidak perlu dicukur. Tidak dibolehkan hanya mencukur sebagian dan membiarkan sebagian yang lain tidak tercukur. Bersedekah dengan perak seberat rambut bayi kepada fakir miskin.
Khitan yaitu pemotongan prepotium (kulup) yang mengelilingi kepala kemaluan anak laki-laki dan pemotongan sebagian kecil clitoris (atau penggoresan clitoris) bagi anak perempuan. Khitan disunnahkan dilakukan pada hari ketujuh dan boleh dilakukan sesudahnya, serta wajib ketika anak telah mencapai usia akil baligh.

CINTA KITA KEPADA ALLAH

Sewaktu masih kecil Husain (cucu Rasulullah Saw.) bertaya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra: "Apakah engkau mencintai Allah?" Ali ra menjawab, "Ya". Lalu Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai kakek dari Ibu?" Ali ra kembali menjawab, "Ya". Husain bertanya lagi: "Apakah engkau mencintai Ibuku?" Lagi-lagi Ali menjawab,"Ya". Husain kecil kembali bertanya: "Apakah engkau mencintaiku?" Ali menjawab, "Ya". Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya, "Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?" Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: "Anakku, pertanyaanmu hebat! Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu sendiri adalah kerena cinta kepada Allah". Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.
Seorang sufi wanita terkenal dari Bahsrah, Rabi'ah Al- Adawiyah (w. 165H) ketika berziarah ke makam Rasul Saw. pernah mengatakan: "Maafkan aku ya Rasul, bukan aku tidak mencintaimu tapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang lain, karena telah penuh cintaku pada Allah Swt". Tentang cinta itu sendiri Rabiah mengajarkan bahwa cinta itu harus menutup dari segala hal kecuali yang dicintainya. Bukan berarti Rabiah tidak cinta kepada Rasul, tapi kata-kata yang bermakna simbolis ini mengandung arti bahwa cinta kepada Allah adalah bentuk integrasi dari semua bentuk cinta termasuk cinta kepada Rasul. Jadi mencintai Rasulullah Saw. sudah dihitung dalam mencintai Allah Swt. Seorang mukmin pecinta Allah pastilah mencintai apa apa yang di cintai-Nya pula. Rasulullah pernah berdoa: "Ya Allah karuniakan kepadaku kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diriku pada kecintaan-Mu. Jadikanlah dzat-Mu lebih aku cintai dari pada air yang dingin."
Selanjutnya Rabiah -yang sangat terpandang sebagai wali Allah karena kesalehannya- mengembangkan konsep cinta yang menurut hematnya harus mengikuti aspek kerelaan (ridha), kerinduan (syauq), dan keakraban (uns). Selain itu ia mengajarkan bahwa cinta kepada Tuhan harus mengesampingkan dari cinta-cinta yang lain dan harus bersih dari kepentingan pribadi (dis-interested). Cinta kepada Allah tidak boleh mengharapkan pahala atau untuk menghindarkan siksa, tetapi semata-mata berusaha melaksanakan kehendak Allah, dan melakukan apa yang bisa menyenangkan-Nya, sehingga Ia kita agungkan. Hanya kepada hamba yang mencintai-Nya dengan cara seperti itu, Allah akan menyibakkan diri-Nya dengan segala keindahannya yang sempurna. Rumusan cinta Rabiah dapat di simak dalam doa mistiknya: "Oh Tuhan, jika aku menyembahmu karena takut akan api neraka, maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembahmu karena berharap surga, maka campakanlah aku dari sana; Tapi jika aku menyembahmu karena Engkau semata, maka janganlah engkau sembunyikan keindahan-Mu yang abadi."
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah).
Menurut Sang Hujjatul Islam ini kata mahabbah berasal dari kata hubb yang sebenarnya mempunyai asal kata habb yang mengandung arti biji atau inti. Sebagian sufi mengatakan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari sebuah perjalanan keberagamaan kita. Kadang kadang kita berbeda dalam menjalankan syariat karena mazhab/aliran. Cinta kepada Allah -yang merupakan inti ajaran tasawuf- adalah kekuatan yang bisa menyatukan perbedaan-perbedaan itu.
Bayazid Bustami sering mengatakan: "Cinta adalah melepaskan apa yang dimiliki seseorang kepada Kekasih (Allah) meskipun ia besar; dan menganggap besar apa yang di peroleh kekasih, meskipun itu sedikit." Kata-kata arif dari sufi pencetus doktrin fana' ini dapat kita artikan bahwa ciri-ciri seorang yang mencintai Allah pertama adalah rela berkorban sebesar apapun demi kekasih. Cinta memang identik dengan pengorbanan, bahkan dengan mengorbankan jiwa dan raga sekalipun. Hal ini sudah di buktikan oleh Nabi Muhammad Saw., waktu ditawari kedudukan mulia oleh pemuka Quraisy asalkan mau berhenti berdakwah. Dengan kobaran cintanya yang menyala-nyala pada Allah Swt., Rasulullah mengatakan kepada pamannya: "Wahai pamanku, demi Allah seandainya matahari mereka letakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku supaya aku berhenti meninggalkan tugasku ini, maka aku tidak mungkin meninggalkannya sampai agama Allah menang atau aku yang binasa". Ciri kedua dari pecinta adalah selalu bersyukur dan menerima terhadap apa- apa yang di berikan Allah. Bahkan ia akan selalu ridha terhadap Allah walaupun cobaan berat menimpanya.
Jiwa para pecinta rindu untuk berjumpa dan memandang wajah Allah yang Maha Agung.. "Orang orang yang yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka "'(QS. 2: 46). Tentang kerinduan para pecinta terhadap Allah Swt., sufi besar Jalaluddin Rumi menggambarkan dalam matsnawi sebagai kerinduan manusia pada pengalaman mistikal primordial di hari "alastu" sebagai kerinduan seruling untuk bersatu kembali pada rumpun bambu yang merupakan asal muasal ia tercipta. Hidup di dunia merupakan perpisahan yang sangat pilu bagi para pecinta, mereka rindu sekali kepada Rabbnya seperti seseorang yang merindukan kampung halamannya sendiri, yang merupakan asal-usulnya. Jiwa para pecinta selalu dipenuhi keinginan untuk melihat Allah Swt. dan itu merupakan cita-cita hidupnya. Menurut Al-Ghazali makhluk yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat kecintaannya kepada Allah Swt. Menurutnya, ar-ru'yah (melihat Allah).merupakan puncak kebaikan dan kesenangan. Bahkan kenikmatan surga tidak ada artinya dengan kenikmatan kenikmatan perjumpaan dengan Allah Swt. Meminta surga tanpa mengharap perjumpaan dengan-Nya merupakan tindakan "bodoh" dalam terminologi sufi dan mukmin pecinta.
"Shalat adalah mi'rajnya orang beriman" begitulah bunyi sabda Nabi Saw. untuk menisbatkan kualitas shalat bagi para pecinta. Shalat merupakan puncak pengalaman ruhani di mana ruh para pecinta akan naik ke sidratul muntaha, tempat tertinggi di mana Rasulullah di undang langsung untuk bertemu dengan-Nya. Seorang Aqwiya (orang-orang yang kuat kecintaannya pada Tuhan) akan menjalankan shalat sebagai media untuk melepaskan rindu mereka kepada Rabbnya, sehingga mereka senang sekali menjalankannya dan menanti-nanti saat shalat untuk waktu berikutnya, bukannya sebagai tugas atau kewajiban yang sifatnya memaksa. Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata: "Ada hamba yang beribadah kepada Allah karena ingin mendapatkan imbalan, itu ibadahnya kaum pedagang. Ada hamba yang beribadah karena takut siksaan, itu ibadahnya budak, dan ada sekelompok hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah Swt, itulah ibadahnya orang mukmin". Seorang pecinta akan berhias wangi dan rapi dalam shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling ia sukai sekalipun. Bahkan mereka kerap kali menangis dalam shalatnya. Kucuran air mata para pecinta itu merupakan bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan saat berjumpa dengan-Nya dalam sholatnya.
Mencintai Allah Swt. bisa di pelajari lewat tanda-tanda-Nya yang tersebar di seluruh ufuk alam semesta. Pada saat yang sama, pemahaman dan kecintaan kepada Allah ini kita manifestasikan ke bentuk yang lebih nyata dengan amal saleh dan akhlakul karimah yang berorientasi dalam segenap aspek kehidupan.
Ada sebuah cerita, seorang sufi besar bernama Abu Bein Azim terbangun di tengah malam. Kamarnya bermandikan cahaya. Di tengah tengah cahaya itu ia melihat sesosok makhluk, seorang Malaikat yang sedang memegang sebuah buku. Abu Bein bertanya: "Apa yang sedang anda kerjakan?" Aku sedang mencatat daftar pecinta Tuhan. Abu Bein ingin sekali namanya tercantum. Dengan cemas ia melongok daftar itu, tapi kemudian ia gigit jari, namanya tidak tercantum di situ. Ia pun bergumam: "Mungkin aku terlalu kotor untuk menjadi pecinta Tuhan, tapi sejak malam ini aku ingin menjadi pecinta manusia". Esok harinya ia terbangun lagi di tengah malam. Kamarnya terang benderang, malaikat yang bercahaya itu hadir lagi. Abu Bein terkejut karena namanya tercantum pada papan atas daftar pecinta Tuhan. Ia pun protes: "Aku bukan pecinta Tuhan, aku hanyalah pecinta manusia". Malaikat itu berkata: "Baru saja Tuhan berkata kepadaku bahwa engkau tidak akan pernah bisa mencintai Tuhan sebelum kamu mencintai sesama manusia".
Mencintai Allah bukan sebatas ibadah vertikal saja (mahdhah), tapi lebih dari itu ia meliputi segala hal termasuk muamalah. Keseimbangan antara hablun minallah dan hablun minannas ini pernah di tekankan oleh Nabi Saw. dalam sebuah hadits qudsi: "Aku tidak menjadikan Ibrahim sebagai kekasih (khalil), melainkan karena ia memberi makan fakir miskin dan shalat ketika orang-orang terlelap tidur". Jadi cinta kepada Allah pun bisa diterjemahkan ke dalam cinta kemanusiaan yang lebih konkrit, misalnya bersikap dermawan dan memberi makan fakir miskin. Sikap dermawan inilah yang dalam sejarah telah di contohkan oleh Abu bakar, Abdurahman bin Auf, dan sebagainya. Bahkan karena cintanya yang besar kepada Allah mereka memberikan sebagian besar hartanya dan hanya menyisakan sedikit saja untuk dirinya. Mencintai Allah berarti menyayangi anak-anak yatim, membantu saudara saudara kita yang di timpa bencana, serta memberi sumbangan kepada kaum dhuafa dan orang lemah yang lain. Dalam hal ini Rasulullah Saw. pernah bersabda ketika ditanya sahabatnya tentang kekasih Allah (waliyullah). Jawab beliau: "Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, dengan ruh Allah, bukan atas dasar pertalian kerluarga antara sesama mereka dan tidak pula karena harta yang mereka saling beri." Menurut Nurcholish Madjid, yang di tekankan dalam sabda Nabi tersebut adalah perasaan cinta kasih antar sesama atas dasar ketulusan, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.


Akhlaq Untuk Buah Hati Kita

Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orangtua.

Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana hadist sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta pembantu adalah penanggungjawab atas harta benda majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”
Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.
Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian dan doa orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dihasankan oleh syaikh Al Albani dalam Shohih dan Dho’if Sunan Abu Daud hadist no. 1536)
Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.
Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)
Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam: “Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. Al Baqoroh: 128)
Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para orangtua tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa mendapatkan sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas, orang yang berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam kepadanya. Adalagi pendapat bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi untuk mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai pendidikan akhlak bagaimana cara mengatur serta memanfaatkan harta yang baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah buah dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati; bersabar tatkala mendapat musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2. Dan tatkala mereka tiada, mereka akan berlomba-lomba untuk mewasiatkan harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai wasiat yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan sesuatu hal yang lebih berharga dari keduanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman melalui lisan lukman:
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’ Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orangtua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), ‘Hai anakku sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjaln dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.’” (QS. Luqman: 13-19)
Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah,
“Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”
Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orangtua obsesikan.
Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:
1. Dengan memberi contoh mengucapkan salam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Dan maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu jika kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
2. Memperhatikan etika dalam makan.
Dari umar bin Abu Salamah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadaku,
“Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang paling dekat denganmu.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Mengajarkan rasa kebersamaan dengan saudara muslim yang lain, misalnya dengan menjenguk orang sakit.
Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangan dan mendoakan orang yang bersin.” (Muttafaqun ‘alaihi)
4. Mengajarkan kejujuran.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Peganglah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan menunjukan kepada surga. Seseorang selalu jujur dan memelihara kejujuran hingga tercatat di sisi Allah termasuk orang yang jujur. Dan hindarilah dusta karena kedustaan menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan kepada neraka. Seseorang selalu berdusta dan terbiasa berbuat dusta hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim)

Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. Wallohu a’lam bishowab.

Mencari Jodoh Menurut Islam dan Halal


Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan, ketentraman, kedamaian dana kebahagiaan. Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia, apalagi pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam sunnah Rasul ditegaskan bahwa ” Nikah adalah Sunnahnya”. Oleh karena itu Dinul Islam mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan perempuan dan selanjutnya mengarahkan pertemuan tersebut sehingga terlaksananya suatu pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, untuk mencari pasangan yang sesuai tidak selamanya mudah. Hal ini berkaitan dengan permasalahan jodoh. Memang perjodohan itu sendiri suatu hal yang ghaib dan sulit diduga, kadang-kadang pada sebagian orang mudah sekali datangnya, dan bagi yang lain amat sulit dan susah. Bahkan ada kalanya sampai tua seseorang belum menikah juga.
Fenomena beberapa tahun akhir-akhir ini, kita melihat betapa banyaknya muslimah-muslimah yang menunggu kedatangan jodoh, sehingga tanpa terasa usia mereka semakin bertambah, sedangkan para musliminnya, bukannya tidak ada, mereka secara ma’isyah belum berani maju untuk melangkahkan kakinya menuju mahligai rumah tangga yang mawaddah wa rohmah. Kekhawatiran jelas tampak, ditengah-tengah perekonomian yang semakin terpuruk, sulit bagi mereka untuk memutuskan segera menikah.
Gejala ini merupakan salah satu dari problematika dakwah dewasa ini. Dampaknya kaum muslimah semakin membludak, usia mereka pelan namun pasti beranjak semakin naik.
Untuk mencari solusinya, dengan tetap berpegangan kepada syariat Islam yang memang diturunkan untuk kemashlahatan manusia, beberapa kiat mencari jodoh dapat dilakukan :
1. Yang paling utama dan lebih utama adalah memohonkannya pada Sang Khalik, karena Dialah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan (QS.4:1). Permohonan kepada Allah SWT dengan meminta jodoh yang diridhoiNya, merupakan kebutuhan penting manusia karena kesuksesan manusia mendapatkan jodoh berpengaruh besar dalam kehidupan dunia dan akhirat seseorang.
2. Melalui mediator, antara lain :
a. Orang tua. Seorang muslimah dapat meminta orang tuanya untuk mencarikannya jodoh dengan menyebut kriteria yang ia inginkan. Pada masa Nabi SAW, beliau dan para sahabat-sahabatnya segera menikahkan anak perempuan. Sebagaimana cerita Fatimah binti Qais, bahwa Nabi SAW bersabda padanya : Kawinlah dengan Usamah. Lalu aku kawin dengannya, maka Allah menjadikan kebaikan padanya dan keadaanku baik dan menyenangkan dengannya(Hr.Muslim).
b. Guru ngaji (murobbiyah).Jika memang sudah mendesak untuk menikah, seorang muslimah tidak ada salahnya untuk minta tolong kepada guru ngajinya agar dicarikan jodoh yang sesuai dengannya. Dengan keyakinan bahwa jodoh bukanlah ditangan guru ngaji. Ini adalah salah satu upaya dalam mencari jodoh.
c. Sahabat dekat. Kepadanya seorang muslimah bisa mengutarakan keinginannya untuk dicarikan jodoh. Sebagai gambaran, kita melihat perjodohan antara Nabi SAW dengan Khadijah ra. Diawali dengan ketertarikan Khadijah ra kepada pribadi beliau yang pada saat itu berstatus karyawan pada perusahan bisnis yang dipegang oleh Khadijah ra. Melalui Nafisah sebagai mediatornya akhirnya Nabi SAW menikahi Khadijah ra..
d. Biro Jodoh. Biro jodoh yang Islami dapat memenuhi keinginan seorang muslimah untuk menikah. Dikatakan Islami karena prosedur yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Salah satu diantaranya adalah Club Ummi Bahagia.
3. Langsung, dalam arti calon sudah dikenal terlebih dahulu dan ia berakhlak Islami menurut kebanyakan orang-orang yang dekat dengannya (temannya atau pihak keluarganya). Namun pacaran tetap dilarang oleh Islam. Jika masing-masing sudah cocok maka segera saja melamar dan menikah. Kadang kala yang tertarik lebih dahulu adalah muslimahnya, maka ia dapat menawarkan dirinya kepada laki-laki saleh yang ia senangi tersebut (dalam hal ini belum lazim ditengah-tengah masyarakat kita). Seorang sahabiat pernah datang kepada Nabi SAW dan menawarkan dirinya pada beliau. Maka seorang wanita mengomentarinya, “Betapa sedikit rasa malunya.” Ayahnya yang mendengar komentar putrinya itu menjawab, “Dia lebih baik dari pada kamu, dia menginginkan Nabi SAW dan menawarkan dirinya kepada beliau.”
Sebuah cerita bagus dikemukakan oleh Abdul Halim Abu Syuqqoh pengarang buku Tahrirul Mar’ah, bahwa ada seorang temannya yang didatangi oleh seorang wanita untuk mengajaknya menikah. Temannya itu merasa terkejut dan heran, maka wanita itu bertanya, “Apakah aku mengajak anda untuk berbuat haram? Aku hanya mengajak anda untuk kawin sesuai dengan sunnah Allah dan RasulNya”. Maka terjadilah pernikahan setelah itu.
Semua upaya tersebut hendaknya dilakukan satu persatu dengan rasa sabar dan tawakal tidak kenal putus asa. Disamping itu seorang muslimah sambil menunggu sebaiknya ia mengaktualisasikan kemampuannya. Lakukan apa yang dapat dilakukan sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan dakwah. Jika seorang muslimah kurang pergaulan, bagaimana ia dapat mengenal orang lain yang ingin menikahinya.
Barangkali perlu mengadakan evaluasi terhadap kriteria pasangan hidup yang ia inginkan. Bisa jadi standar ideal yang ia harapkan menyebabkan ia terlalu memilih-milih. Menikah dengan orang hanif (baik keagamaannya) merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan sebagai suatu tantangan dakwah baginya.
Akhirnya, semua usaha yang telah dilakukan diserahkan kembali kepada Allah SWT. Ia Maha Mengetahui jalan kehidupan kita dan kepadaNyalah kita berserah diri.

Puasa Sunnah dan Keutamanya

Allah mensyariatkan bagi hamba-Nya untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah di samping melakukan ibadah yang wajib. Melakukan ibadah sunnah InsayaAllah akan menutup dan menambal kekurangan-kekurangan yang ada pada ibadah wajib. Melakukan ibadah sunah InsyaAllah juga akan memperberat timbangan di hari akhirat kelak. Diantara ibadah sunnah yang disyariatkan oleh Allah SWT adalah puasa sunnah.
Dibawah ini adalah beberapa puasa dan keutamaannya:

1. Puasa Syawal
Puasa ini dilakukan selama enam hari di bulan Syawal, baik dilakukan secara berurutan maupun tidak.
Keutamaan puasa Ramadhan yang diiringi puasa Syawal adalah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim)

2. Puasa hari Arafah, yaitu pada hari ke-9 bulan Dzulhijjah. Keutamaannya adalah akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun yang lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang(HR. Muslim). Maksudnya adalah dosa-dosa kecil, dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan taubat.

Puasa ini sunnah untuk orang yang sedang tidak melaksanakan haji
Dari Ummu Fadal, dia berkata, "Mereka merasa bimbang mengenai puasa Nabi SAW di Arafah, lalu Rasulullah saya kirimi susu. Kemudian Rasulullah meminumnya, sedangkan waktu itu beliau berkhotbah di Arafah." (HR Bukhari dan Muslim)

3. Puasa pada sembilan hari pertama pada bulan Dzulhijjah

Disunnahkan untuk berpuasa pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah. Keutamaannya adalah amal sholeh di hari-hari ini  sangat dicintai oleh AllahSAW ( HR. Bukhari) dan Allah juga melipat gandakan semua ibadah pada hari-hari mulia ini

"Tidak ada hari dimana amal sholih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah SWT daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kecuali 10 dzulhijah). Para sahabat bertanya," "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fisabilillah? Beliau menjawab,"Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seorang yang berangkat dengan membawa jiwa dan hartanya, lalu kembali tanpa membawa sedikit pun dari keduanya." (HR Bukhari)

4. Puasa Bulan Muharram
Sangat dianjurkan untuk berpuasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.
Dari Abu Hurairah ra dia berkata, "Rasulullah SAW ditanya, "Sholat apa yang lebih utama setelah sholat fardu? Rasulullah SAW menjawab, "Sholat di tengah malam". Mereka bertanya lagi, "Puasa apa yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?" Rasulullah SAW menjawab, "Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan muharram". (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

Para ulama menyebutkan bahwa puasa di bulan Muharram ada tiga tingkatan:
Tingkat pertama: berpuasa selama tiga hari yaitu hari ke-9, ke -10 dan ke-11
Tingkat kedua: berpuasa pada hari ke-9 dan ke-10
Tingkat ketiga: berpuasa hanya pada hari ke-10 (Hari Assyuro)
Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam untuk berouasa pada hari Assyuro ( 10 Muharram) dan mengiringinya dengan puasa sehari dan sesudahnya untuk membedakan Umatnya dengan umat Yahudi dan Nasrani yang berpuasa ada hari ke-10.

5. Puasa  pada limabelas hari pertama bulan Syaban
Disunnahkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban, karena pada bulan ini semua amal diangkat(dilaporkan) kepada Allah.
Dari Usamah bin Zaid, ra berkata, Ya Rasululah, tidak satu bulan yang anda banyak melakukan puasa daripada bulan Sya'ban! Rasulullah menjawab, bulan itu sering dilupakan orang, karena letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedang pada bulan itulah amal-amal manusia diangkat kepada Rabb semesta alam. Maka saya ingin amal saya dibawa naik selagi saya berpuasa." (HR Nasa'i dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Khuzaimah)

6. Puasa Senin dan Kamis
Berdasarkan Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap Senin dan Kamis, Maka Allah berkenan mengampuni setiap Muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan...(HR Ahmad)
Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa Senin dangan puasa pada hari kamis atau sebaliknya

Pada hadits lain, Rasulullah SAW ditanya seseorang mengenai puasa hari Senin, kemudian beliau menjawab," Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku." (HR. Muslim)

7. Puasa Tiga Hari Setiap bulan
Disunahkan untuk melakukan puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Qamariah. Abu Dzarr Al-Ghiffari ra berkata, " Kami diperintahkan Rasulullah SAW untuk melakukan puasa tiga hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan, yakni pada tanggal 13, 14, 15, sembari Rasulullah SAW bersabda, "Puasa tersebut seperti puasa setahun(sepanjang masa). (HR Nasa'i disahihkan oleh Ibnu Hibban)

Dari Abu Hurairah ra, ia menceritakan, "Rasulullah berpesan kepadaku tiga hal, yaitu, berpuasa tiga hari pada setiap bulannya, mengerjakan dua raka'at sholat Dhuha serta sholat witr sebelum tidur."(Muttafaqun "Alaih)

8. Puasa Daud
Yaitu puasa selang-seling seperti puasanya Nabi Daud (sahari puasa dan sehari tidak puasa).  Puasa ini adalah puasa yang sangat disukai oleh Allah SWT.
Dari Abdullah bin Amr berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda," Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud dan sholat yang paling disukai Allah adalah sholat Daud. Ia tidur separuh malam, dan bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari."(HR. Bukhari dan Muslim)



Untuk seorang muslimah , jika hendak berpuasa sunnah harus dengan izin suaminya. Ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
"Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa saat suaminya bersamanya kecuali dengan seizinnya" dalam riwayat lain disebutkan :"kecuali puasa Ramadhan.".

Sedangkan waktu haram berpuasa adalah pada saat hari raya Idul Fitri,  Idul Adha dan hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Selain hari-hari tersebut, ada waktu lain yang tidak dianjurkan untuk berpuasa yaitu pada saat kerabat atau teman sedang mengadakan syukuran atau walimah. Hukum berpuasa pada hari ini adalah makruh karena Allah menyuruh kita untuk menjaga hubungan sosial dengan kaum kerabat selain tentunya memikirkan akhirat.

Waktu-waktu lain yang dimakruhkan untuk berpuasa adalah puasa selama sebulan penuh pada  bulan Rajab, puasa hari Jum'at saja (kecuali yang melakukan puasa Daud dan bertepatan pada hari Jum'at), puasa hari sabtu saja (kecuali jika diikuti puasa sehari sebelumnya dan sesudahnya, pada hari yang diragukan (hari ke-30 bulan Sya'ban, puasa pada tahun baru dan hari besar orang kafir, puasa wishal (puasa selama dua tiga hari tanpa berbuka, dan puasa dahr(puasa selama satu tahun penuh).

Cara Beramal Yang Disukai Allah

Agama Islam ini diturunkan oleh Allah bukanlah untuk membuat diri kita menjadi sengsara, tidak bahagia, dan terbebani, akan tetapi Allah menginginkan bahwa hidup kita menjadi mudah, tentram dan damai; bukankah Islam itu sendiri berarti damai, selamat. Akan tetapi karena kebanyakan dari kita belum mengerti, maka akhirnya banyak yang menganggap agama ini menjadi beban saja, hingga terkadang banyak orang meninggalkannya.
Allah sendiri telah menegaskan, bahwa “Allah menghendaki keringanan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [2 :185]. Karenanya Allah sama sekali tidak menuntut hal yang diluar batas kemampuan kita, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala [dari kebajikan] yang diusahakannya dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang dikerjakannya.” [2:286].
Demikian pula dalam amal, Allah lebih menyukai amal yang dilakukan dengan sewajarnya dan tidak berlebihan. Persoalan sewajarnya ini sebenarnya sangat tergantung dari kemampuan seseorang, karena yang dimaksudkan dengan sewajarnya barangkali ada yang menganggap membaca AlQur’an satu juz sehari, atau barangkali dua lembar saja sehari dsb, yang penting kita merasa menikmati dalam proses amal ibadah itu. Yang tidak wajar jika ia tidak membaca Al Qur’an sama sekali.
Yang diinginkan Allah adalah bahwa amalan yang kita lakukan itu akan terus berlanjut, kontinyu, terus menerus; tidak hari ini kita mengaji satu juz, lalu selanjutnya seminggu tidak mengaji lagi.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra, “ Ketika Nabi masuk ke rumah kami bertepatan ada seorang wanita. Nabi bertanya, Siapakah wanita itu ? Jawab Aisyah, ini adalah akhwat yang ibadah shalatnya terkenal banyak sekali. Maka kata Nabi, Hendaknya kerjakan sekuat-kuatnya saja, dengan tidak memaksa diri; maka Allah tidak akan jemu menerima amalmu, hingga kamu jemu beramal. Dan kebiasaan agama yang lebih disukai Allah, ialah yang dapat dilakukan dengan terus menerus”
Demikianlah Agama ini menghendaki bahwa amal yang kita lakukan itu hendaknya melekat dalam diri kita hingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Dan amal yang baik adalah amal yang menjadi kebiasaan, yang dikerjakan terus-menerus, yang jika ketinggalam maka ia akan merasakan “ada sesuatu yang hilang” dari dirinya.
Akan tetapi kebanyakan orang tidak demikian, jika dalam keadaan “mood” ia ingin sekali rasanya melumat segalanya, akan tetapi sikap manusia yang kurang baik adalah bahwa ia tidak dapat menjaganya, dan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan yang seseorang akan merasakan “enjoy” ketika melakukannya.
Suatu saat datanglah serombongan orang ke rumah istri nabi dan bertanya tentang ibadah nabi. Setelah diceritakan kepadanya, maka seseorang mengatakan, saya akan shalat terus sepanjang malam; yang kedua mengatakan, saya akan menjauh dari istri dan tidak akan kawin; dan yang ketiga mengatakan pula, saya akan puasa tiap hari. Ketika nabi datang maka Nabi meluruskan persepsi orang itu dalam beribadah. Nabi berkata,” Engkau tadi telah berbicara banyak hal. Akan tetapi sebenarnya aku lebih takut kepada Allah daripada kamu, bahkan aku lebih bertaqwa, namun aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikah dengan beberapa wanita. Maka siapa yang mengabaikan sunnahku, maka bukan bagian dari umatku.”
Begitulah, nampaknya nabi ingin sekali membenarkan pandangan salah para sahabatnya, yang menilai berlebihan ibadah akan lebih baik baginya. Namun Nabi memberitahukan kepada mereka, bahwa melakukan ibadah itu harus sewajarnya.
Dalam kesempatan lain, ketika Nabi masuk masjid, maka beliau melihat tali yang terikat pada sebuah tiang, dan ketika orang-orang memberitahukan bahwa itu adalah tali Zainab yang digunakan untuk berpegangan ketika capai berdiri dalam shalat, maka Nabi mengatakan,” Lepaskan tali itu, hendaknya shalat dalam keadaan tangkas dan cekatan, apabila telah letih maka hendaknya tidur”.
Ketika Amr bin Ash diketahui nabi selalu mengkhatamkan Al Qur’an hingga tiap malam maka beliau mengatakan padanya, khatamkan dalam sebulan. Saya lebih kuat dari itu ya Nabi. Khatamkan dalam sepuluh hari. Saya lebih kuat dari itu ya Nabi. Khatamkan dalam tujuh hari, dan jangan lebih cepat dari itu.
Barangkali kita memang harus menata amalan kita secara tawazun, dengan tidak meringan-ringankannya, serta tidak memperberatnya, semuanya tentu harus dalam batas ukuran kemampuan kita. Yang penting kita beristiqamah, membiasakan diri, hingga amalan-amalan itu, meski mungkin belum banyak, dapat menyatu dalam diri kita, inheren dalam perilaku kita hingga membangun aklaq terpuji. Cara beramal seperti inilah yang menjadikan seorang muslim akan menikmati setiap ibadah yang dikerjakannya, dapat menimbulkan kepribadian yang luar biasa dalam dirinya.
Inilah cara pendidikan yang barangkali harus kita fikirkan, kepada saudara kita, mad’u kita, istri kita, suami kita, anak kita. Dengan membiasakan sedikit demi sedikit dan mencobanya agar ia mampu menikmati serta beristiqamah dengan amalnya sebatas kemampuannya. Kita memang akan terus berusaha meningkatkan kemampuan dalam beramal itu, dan menjadikannya sebagai kebiasaan, akan tetapi tentu semuanya memerlukan proses, yang berpijak pada kebiasaan sebelumnya.

Dengan demikian semoga saja ibadah-ibadah yang kita lakukan akan semakin bermakna, dan semakin berdampak dalam kehidupan kita.

Ibadah Yang Disukai Allah adalah Taubat

Betapa balasan dari taubat nasuhah itu sangat utama. Dan dengan bertaubat sesungguhnya menjadikan kita mendapatkan kebahagiaan yang amat besar. "Ketahuilah, bahwa taubat merupakan iabdah yang sangat disukai Allah."Taubat mempunyai kedudukan yang tidak terdapat pada ibadah-ibadah yang lain. Dalam taubat basuhah terdapat rasa hina,rasa bersalah, rasa emah, rasa malu,rasa mengalah , rasa tunduk dan rasa patuh akan kuasa Allah swt.

Seorang wanita yang mulia derajatnya adalah wanita yang bertaubat karena dengan demikian wanita muslimah adalah dapat menggantikan setiap keburukan, yaitu dengan mengerjakan kebaikan dan berusaha untuk menjauh daru segala bentuk keburukan apapun. Artinya wanita yang bertaubat yang benar-benar taubat, ia akan cenderung untuk selalu berbuat baik karea tidak ingin mengulani dosa-dosanya.

" Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka digantikan Allah dengan kebaikan.(QS. Al-Furqan 70)."

Kenapa kita sering kali menunda-nunda taubat..??

Kita males untuk menyegerakan taubat karena berfikir masi ada hari esok yang panjang.. atau dengan alasan karena masi muda dan masi ada waktu dihari tua untuk bertaubat. Sadarkah kita bahwa Allah menyukai pengakuan kita dalam bentuk taubat nasuhah...??


Betapa banyak para wanita muslimah, engan bertaubat nasuhah sebelum melewati umur panjang. Banyak diantara kita yang tidak melaksanakan sholat, tidak puasa dan durhaka kepada Allah akan tetapi tidak ada rasa kuatir dan tenang-tenang saja. Merasa bahwa umur berkurang.

Kenapa para wanita muslimah tidak menyadari bahwa besok atau lusa ajak akan menjemput... Sungguh kita benar-benar merugi jika menyia-nyiakan umur dan kesempatan untuk bertaubat. Jika ajal telah datang maka hanya penyesalan yang tiada berguna. Bertaubat ketika usia masi muda dan umur panjang sama dengan sedekah diwaktu shalat dan mengharap keabadian. Sedangkan bertaubat menjelang kematian (diusia tua) sama dengan menyedekahkan harta ketika menjelang kematian. Sepertinya kita belum mau bertaubat kecuali dalam keadaan terpaksa (sakit). Sedangkan ketika sehat dan muda umur digunakan untuk bersenang-senang dan hanya menurutkan hawa nafsu.

Maka ketika ajal telah datang, hanya penyesalah yang tiada guna... dan berkata "...Aku hanya mengejek dunia, hingga hilanglah hari-hariku." Ada juga yang meyesal "...Napas-napas telah berhenti karena ekluarnya roh dari badan, wahai saudaraku janganlah kamu tertipu oleh masa mudamu dan jangan pula kamu tertipu oelh dunia seperti diriku..."

Firman Allah swt;

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dsirilah kepada-Nya, sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadanu dari Tuhanmu seblum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba sedangkan kamu menyadarinya, agar jangan ada orang yang mengatakan "Sengguh besar penyesalan atas kelalaian dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah. Sedangkan aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang mengolok-golokkan (agama Allah)" atau agar jangan ada yang berkata,"Kalau sekiranya Allah memberikan petunjuk bagiku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa." Atau agar jangan ada yang berkata ketika ia melihat adzab, "Kalau sekiranya aku dapat kembali (kedunia) pasti aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik."QS. Az-Zumar 54-58)
Taubat baru dapat dianggap sebagai penghapus dosa jika memenuhi beberapa persyaratan, antara lain sebagai berikut;
1.Menyesali dengan sunguh-sunguh perbuatan maksiat yang telah dilakukan
2.Meninggalkan perbuatan maksiat tersebut
3.Bertekat sepenuh hati untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat tersebut
Ketiga syarat jika menyangkut dosa seorang hamba terhadap Allah. Jika maksiat (kejahatan) itu tehadap sesama manusia selain syarat diatas ditambah lagi dengan.
Jika maksiat tersebut berkaitan dengan harta, maka diharuskan mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya. Jika pemiliknya tidak ada, maka kepada alhi warisnya, dan jika alhi waris tidak dijumpai, dikembalikan kepada Allah dengan memberikannya kepada sabilillah. Jika maksiat tersebut menyangkut kehormatan seseorang, maka orang yang bertaubat harus minta maaf.
Apa bila taubat ini dilakukan dengan sungguh-sungguh dan memenuhi syarat-syaratnya, maka seseorang akan kembali menjadi fitrah; kemabli menjadi suci sebagaimana ketika baru terlahir kedunia.

Menggapai Kemuliaan Hidup Melalui Ibadah Malam

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, peliharalah Kami dari siksa neraka." (QS Al-Imran [3]: 191).

Keinginan dan kesungguhan yang kuat dapat melahirkan keterpaduan zikir kepada Allah SWT. Mulai dari hati, akal, jiwa, hingga lisan serta seluruh anggota badannya hanya untuk mengingat dan menjalankan perintah-Nya sehingga setiap saat akan selalu berzikir kepada-Nya. Seseorang yang memiliki landasan keinginan berzikir yang kuat dilandasi pula oleh ilmu yang dimilikinya. Dalam masalah perintah berzikir, Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Qur'an sebagai berikut.

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku."
(QS AI-Baqarah [2]: 152).

Ayat ini menegaskan akan pentingnya mengingat Allah SWT pada setiap kesempatan selama hidup. Semakin sering kita mengingat-Nya, akan semakin mudah untuk mendapatkan perhatian lebih dari-Nya. Untuk itu, seseorang yang semakin sering mengadakan interaksi dengan pihak lain, akan sering pula pihak lain mengadakan interaksi dengannya. Demikian halnya dengan apa yang sering diutarakan dan diucapkan kepada Allah SWT dalam setiap kesempatan, akan semakin sering didengar dan diperhatikan pula oleh-Nya.

Dengan demikian, selalu berupaya mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai macam cara yang diajarkan Rasulullah menjadi keharusan bagi setiap muslim. Menyadari akan pentingnya hal tersebut sudah semestinya dari sekarang kita mempersiapkan dengan berupaya melakukan hal-hal yang diridhai Allah SWT. Setiap ibadah hendaknya diniatkan hanya untuk-Nya. Jangan pernah melakukan ibadah untuk selain Allah SWT, karena hal itu merupakan bentuk syirik, yaitu perbuatan yang tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

Memiliki kecukupan ilmu merupakan perkara yang mutlak bagi setiap muslim agar ibadahnya benar-benar sesuai ajaran Al-Qur'an. Pasalnya, Allah SWT hanya akan menerima ibadah hamba-hamba-Nya yang berlandaskan ilmu yang benar, yaitu ilmu dan pengamalan yang sesuai Al-Qur an.

Kelebihan yang nyata sebagaimana yang dituangkan di dalam Al-Qur'an, para malaikat akan turun ke bumi pada waktu malam hari, yaitu sepertiga malam.

"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur`an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah. Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur`an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS AI-Muzammil [73]: 20).

 Ini dapat memberikan pencerahan tentang tata cara dan keharusan yang dilakukan seseorang di dalam melakukan ibadah malam. Allah memberikan waktu dan kesempatan yang luas kepada manusia, yaitu bagi mereka yang ingin intens di dalam mengadakan komunikasi dengan-Nya, yaitu pada malam hari.

7 Kalimat Yang Disukai Allah

Barang siapa hafal tujuh kalimat, ia terpandang mulia di sisi Allah dan Malaikat serta diampuni dosa-dosanya walau sebanyak buih laut."
 
Setelah kembali fitri dan merasakan nikmatnya kehidupan sebagai orang yang insya Allah jauh dari perbuatan tercela, fitri  sepanjang masa atau minimal dari Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, pasti merupakan harapan yang terbesit dalam kalbu kita semua. Agar jangan sampai harapan tinggal harapan, seperti tahun-tahun yang lalu, mulai saat ini kita harus mengisi kehidupan dengan lebih baik. Ada banyak hal yang menjadi "PR" kita, di antaranya adalah dengan mencoba menghayati 7 kalimat yang disukai Allah Swt berikut ini.
  1. Kalimat "Bismillah", yang haruslah kita ucapkan pada tiap-tiap hendak melakukan sesuatu.
  2. Kalimat "Alhamdulillah" yang diucapkan pada tiap-tiap selesai melakukan sesuatu.
  3. Kalimat "Astaghfirullah" yang diucapkan jika lidah terselip perkataan yang tidak patut atau ada tindakan kita yang tidak pantas.
  4. Kalilmat "Insya Allah", yang kita ucapkan jika merencanakan untuk berbuat sesuatu.
  5. Kalimat "La haula wala kuwwata illa billah", yang diucapkan jika menghadapi sesuatu yang tidak disukai maupun tidak diingini.
  6. Kalimat "Innna lillahi wa inna ilaihi rajiun", yang diucapkan jika menghadapi dan menerima musibah.
  7. Kalimat "La ilaha Illa Allah", yang diucapkan sepanjang siang dan malam, hingga tak terpisahkan dari lidah kita.
Alhamdulillah, bila tujuh kalimat diatas selama ini memang selalu meluncur dari bibir kita. Namun dalam upaya menggapai fitri sepanjang masa, lafaz ketujuh kalimat diatas harus diucapkan dengan penuh makna sedemikian rupa, sehingga dapat memicu kalbu agar kita selau ingat kepada Sang Khalik. Sebab apapun perubatan kita, sebagaimana firman Alllah Swt dalam surat Al Qiyamah (75) ayat 36, harus kita pertanggungjawabkan.
Mengawali segala perbuatan dengan mengucapkan "Bismillah", mengandung arti bahwa apapun yang kita lakukan semata-mata adalah untuk mencari ridho Allah Swt. Semuanya mengandung unsur ibadah. Dari mengurus diri, mengurus rumah, mengurus anak, sekolah, bekerja, makan, tidur, dll., semuanya karena lillahi ta'ala. Sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain, termasuk ibadah yang terangkum dalam rukun Islam.
Mengucapkan "Alhamdulillah", segala ikhtiar yagn kita lakukan berhasil maupun tidak, semata-mata karena campur tangan Allah. Kalau sukses jangan takabur, kalau gagal jangan putus asa, karen Alah Maha Tahu apa yang terbaik bagi ummat-Nya.
"Astaghfirullah", adalah kalimat yang akan menyadarkan kita untuk selalu waspada bahwa semua anak Adam, sebagaimana sabda Rasulullah, adalah juru salah. Namun, juga sebagaimana sabda beliau, sebaik-baiknya orang yang salah itu adalah orang yang cepat-cepat bertaubat. Lidah terselip, tindakan keluar jalur, bahkan terlintas pikiran yang tidak pantas, segeralah beristighfar. Dosa besar juga bisa dibentuk dari dosa-dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus. Seperti ranting yang terlihat tak berarti, namun bila dikumpulkan mampu menjadi api  unggun.
Tak ada manusia yang dapat menentukan apa yang akan terjadi satu detik setelah saat ini, kecuali Allah Swt. Maka "Insya Allah" adalah kalimat yang paling tepat untuk segala rencana maupun ikhtiar yang akan kita lakukan. Sebagai manusia, kita hanya bisa berencana, berdo'a, dan berusaha agar langkah kita mendapat ridho-Nya.
Mengucapkan "La haula wala kuwwata illa billah", merupakan kalimat efektif untuk mengendalikan emosi. Segala hal yang muncul yang bertentangan dengan ego kita, insya Allah dapat kita hadapi dengan hati lapang dan kepala dingin. Kalimat ini mampu menekan nafsu marah dan mau menang sendiri, menetralisir ambisi pribadi bahkan menghindari kita dari buruk sangka pada sesama manusia maupun pada Allah Swt.
Terakhir, mengucapkan "Laa Ilaha Ila Allah", setiap waktu, agar kita selalu ingat untuk menjaga lidah, menjaga hati, menjaga penglihatan, perut, tangan, telapak kaki bahkan ketaatan kita. Lidah dari ucapan yang sia-sia yang tidak berguna bahkan dapat melahirkan dosa. hati dari rasa dengki, dendam, marah. Pengihatan, perut dan tangan dari perbuatan yang haram. Telapak kaki dari jalan yang didalamnya ada kemaksiatan, Serta ketaatan agar tepat murni untuk mencari ridho Alah semata. Jauh dari riya' maupun kemunafikan.
Melaksakan konsekwensi dari melafazkan tujuh kalimat di atas memang bukan hal yang mudah. Namun, bersemangtlah, karena hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk bisa dilakukan. Bila terasa sulit, umumnya itu hanya karena keterlanjuran kita dalam mengisi kehidupan ini dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. Padalah dalam Islam tidak ada kata terlanjur, apalagi bial keterlanjuran ini kita tahu dengan pasti dapat melahirkan dosa.